About "Daily Planet & Sindy"

Thursday, March 22, 2018

ANAK VS SEKOLAH

Ini topik hot buat Mamak-Mamak yang anaknya sudah beranjak toddler...
Bakal panjang buanget dah sepertinya postingan ini, because I'm gonna share my personal experience too..

But first, let me quote an article, and I will write my comments in italic and bold.. (thanks to MamaJevon a.k.a. Mrs. Aline for the link)


Oleh : Elly Risman, S. Psi
1. Keyakinan umum…
* Otak anak usia dini seperti spons, artinya ini masa yg tepat untuk ditanamkan ilmu, agar anak tumbuh cerdas
* Semakin dini disekolahkan, otak anak semakin berkembang.

>>>> Memang banyak orang tua yang berfikir demikian, karena istilah "anak bagaikan kertas putih", gua juga sempat berfikir begitu...

2. Sehingga…
Ada ortu yg menyekolahkan sedini mungkin, bahkan ada yg masuk prasekolah diusia 1,5-2 tahun.

>>>> Yep banget..

3. Mari kita bercermin…
* Apakah kita begitu meyakini bahwa anak harus segera pintar agar siap menghadapi persaingan zaman?
* Apakah kita disiapkan mjd orang tua?
* Apakah memiliki bekal yang cukup dlm mengasuh?
* Bagaimana innerchild diri kita?

>>>> Pertanyaan yang gua bold itu sangat perlu kita sebagai orang tua tanyakan ke diri kita masing-masing...

4. Betapa kita disiapkan untuk menjadi ahli namun tdk disiapkan jadi orangtua, shg tidak punya kesabaran & endurance utk jadi ortu.

5. Ilmu yg kita miliki untuk mengasuh pun serba tanggung.
Ilmu yg setengah-tengah, berujung pada false belief (keyakinan yg salah).
Sayangnya false belief ini dpt berubah menjadi societal false belief (keyakinan yg salah pd sekelompok orang).

Jika ortu tdk memiliki kemampuan berpikir (thinking skill) yg baik, false belief akibat ilmu yg serba tanggung itu jd pembenaran bersama atas keputusan kita yg keliru.


6. Pintar ada waktunya!
Karena yg berkembang adalah pusat perasaan, anak usia dini hrs jadi anak yg bahagia, bukan jd anak yg pintar!

>>>> Nah! Ini dia.  Gua juga sebelum baca ini, memiliki pemikiran yang sama, ternyata dalam hal ini gua bener, seperti di postingan gua sebelumnya, yang gua bilang I want my kid(s) to be a happy kid (in this case, my boy), gua mau dia itu punya "happy vibe" di dalam dirinya, jadi bawaannya happy disaat dia harus ke dunia luar rumah, bukannya malah jadi anak yang mutung bawaannya.  I want my kids to feel secure, and how I can make them siblings to love each other.  I will work hard for that.  The brother to know that he should protect his younger sister and him to lead the sister, and the sister to know that she needs to respect and obey her older brother, hence the older brother need to teach the little sister the right way.  Fair enough right? ;)

7. Kita berpikir…
“Kan di sekolah belajarnya sambil bermain”
“Kan anak perlu belajar sosialisasi”
“Kan anak jd belajar berbagi & bermain bersama”
Padahal…
* Anak usia dini belum perlu belajar sosialisasi dg beragam orang
* Saat anak diusia dini, otak anak yg paling pesat berkembang adl pusat perasaannya, bukan pusat berpikirnya.

>>>> Itu pengertian kami waktu masukin Skyler sekolah TK A semester kemarin waktu dia berumur sekitar 4.5 tahun, kami bilang ke Kepseknya kalo Skyler boleh ngga ikut-ikut aja, jadi dia ngga perlu masuk dulu tiap hari, tapi ternyata dia masuk terus juga untuk beberapa minggu/bulan awal, dan berhenti/ngga mau lagi sekolah dengan alasan "malas" karena Mamak udah cuti melahirkan dan stay home for like 2 months (padahal udah bayar 1 semester dan udah bayar semua uang seragamnya.. ea... hahaha...) baru tau kalo anak usia dini belum perlu belajar sosialisasi dengan beragam orang... sempet juga kami "sekolahin" alias "les-lesan" di Global Art selama 3 bulan.  Ngga diperpanjang juga karena udah susah nganternya (udah punya ade dan banyak urusan lain), dia juga kalo ditanya mau lanjut ato ngga, "ngga" katanya.  Yoweslah..

8. Di sekolah, kegiatan anak hanya bermain kok!
Taukah ayah bunda, permainan terbaik adalah tubuh ayah ibunya! Bermain dg ayah ibu jga menciptakan kelekatan. Misal: bermain peran, bermain pura-pura, muka jelek, petak umpet.

>>>> Alesan para orangtua memasukkan anak ke TK A walaupun masih 3-4 tahun, dengan alasan "ikut-ikut aja", dan berakhir dengan kasihan anaknya kalo ngga ikut temen-temennya yang lain ikut naik kelas, atau "anaknya udah bisa kok bu, naik kelas aja, ngga apa-apa"

9. Di sekolah, mainan lebih lengkap.
Permainan paling kreatif adalah bermain tanpa mainan. Jangan batasi kreatifitas anak dg permainan yg siap pakai.
Contoh: karpet jadi mobil, panci jadi topi.

>>>> Kalo ini ngga applicable ke Skyler sih, dirumah mainan dia segambreng.  Why? karena dia main sendiri dirumah, ngga punya kakak-adek yang udah umur temen main.  Ada temen sebaya yang suka main kerumah, tapi kan ga tiap hari mereka main dirumah ya, makanya kami "bekalin" Skyler mainan, dan juga Mamak Bapaknya juga pencinta mainan juga sih.. jadilah beli mainan melulu.. hehehe...  
Tentang contoh diatas, about "karpet jadi mobil, panci jadi topi", Skyler banget ini, although he got lotsa toys, he still plays thay way too.  Ini yang pernah dibilang Bapaknya "bagus begitu, berarti otaknya jalan", waktu Skyler mainin Legonya jadi kya game di Plants & Zombies, ato waktu dia mainin juga gantungan tas untuk di mobil menjadi robot-robotan.

10. Di sekolah, anak belajar bersosialisasi & berbagi.
Anak <5 th blm saatnya belajar sosialisasi. Ia blm bisa bermain bersama. Mereka baru bisa bermain bersama-sama.
Bermain bersama-sama= bermain diwaktu & tempat yg sama namun tdk berbagi mainan yg sama (menggunakan mainan masing2)
Bermain bersama= bermain permainan yg membutuhkan berbagi mainan yg sama.

>>>> Bener juga sih, anak kecil kalo main bareng dirumah, main sendiri-sendiri juga, belum versi "bermain bersama" dengan pengertian yang sebenarnya..

11. Di sekolah, anak belajar patuh pada aturan & mengikuti instruksi.
Aturan & instruksi perlu diterapkan setahap demi setahap. Jika di rumah ada aturan, di sekolah ada aturan, berapa banyak aturan yg harus anak ikuti? Apa yg dirasakan anak?
Analogi: Seorang anak <5 thn yg sangat berbakat dlm memasak, dimasukkan ke sekolah memasak. Di sekolah itu, dia diajari berbagai aturan memasak yg banyak, dilatih oleh beberapa instruktur sekaligus. Yg dirasakan anak: pusing!

>>>> Ngga pernah terpikir sebelumnya...

12. Memasukkan sekolah anak terlalu dini, sama seperti menyemai benih kanker.
Kita tidak tahu kapan kanker akan muncul & dlm jenis apa.
Otaknya belum siap. Kita tidak pernah tahu kapan ia kehilangan motivasi belajar.
Semakin muda kita sekolahkan anak, semakin cepat pula ia mengalami BLAST (Bored Lonely Afraid-Angry Stress Tired).
anak yg mengalami BLAST, lebih rentan mjd pelaku & korban bullying, pornografi & kejahatan seksual.


13. Jika si adik ingin ikut kakaknya sekolah…
Sekolah itu bukan karena ikut-ikutan. Anak harus masuk masa teachable moment, krn memang ada anak yg mampu sekolah lebih cepat dr ketentuan umum yg berlaku. Ortu harus mampu mengendalikan keinginan anak. Kendali ada ditangan ortu, krn otak anak belum sempurna bersambungan.

>>>> Nahk ini classic banget ya.. sampe-sampe dulu gua punya temen seangkatan yang kk-ade.. hehehe.. kk-nya jadi kesannya telat setahun, adeknya kecepetan setahun...

14. Ciri anak memasuki masa teachable moment.
* Menunjukkan minat utk sekolah
* Minat tersebut bersifat menetap
* Jika kita beri kesempatan untuk bersekolah, ia menunjukkan kemampuannya.

>>>> Karena Skyler belum menunjukkan ciri-ciri ini pada akhirnya waktu semester kemaren, semester ini ngga kami masukin dulu ke sekolah, nanti mulai tahun ajaran baru lah, itupun bakal kami masukin TK B.  

15. Kapan sebaiknya anak masuk sekolah?
* TK A → usia 5 th
* TK B → usia 6 th
* SD → usia 7 th
Dibawah usia 5 th, anak tdk perlu bersekolah.

>>>> "Ngga semua anak lahir di bulan Juli ya.." kata salah satu Ibu.  Yap, bener.  Kya Skyler, dia kelahiran bulan Desember, jadilah masuk TK B nanti itu usia 5.5 tahun.

Kebutuhan anak 0-8 tahun adalah bermain & terbentuknya kelekatan.
Jangan kau cabut anak2 dari dunianya terlalu cepat, krn kau akan mendapatkan orang dewasa yg kekanakan. -Prof. Neil Postman, The Disappearance Childhood-
Sumber: Yayasan Kita & Buah Hati


Foto Skyler semester lalu di awal-awal sekolah, waktu
seragam sekolah sedang diorder.

Nah, kembali lagi ke orang tua masing-masing.  In this phase, you kinda decide your kid's "future": apakah dia akan sekelas dengan temannya yang itu, atau sama temannya yang ini.  Apakah anak kita akan jadi yang paling muda dikelas atau yang paling tua (penting banget ini buat beberapa orang tua, atau beberapa anak yang udah ngerti: anak paling tua dikelas seakan-akan yang paling bodoh, dan anak paling muda dikelas seakan-akan yang paling pintar.  Please deh... I'll tell you my personal experience later on this post).

Buat teman-teman yang menyekolahkan anaknya lebih dini, it's your choice for your kids.  I'm not saying that by posting this means I'm judging the Mothers out there who put their kids to school too early, but to share that this is something I agree on (catet!, jadi kalo ada Mamak yang nyekolahin anaknya terlalu dini, jangan bilang saya sedang menyinggung anda dalam hal ini ya.. hehehe..), dan postingan diatas itu dari seorang psikolog yang menulis itu berdasarkan pengetahuan psikologinya, bukan hanya sekedar opini seorang Ibu aja.

Now  to my personal experience.
I'm not that smart, and I know that.
Gua dulu ngga TK.  Pernah TK mungkin cuma 3 hari, dan gua ngga ingat kenapa ngga lanjut.

Gua dimasukkin SD sama BoNyok waktu umur 6 tahun, turned 7 bulan Novembernya (my parents were teachers in middle school & high school by that time, btw).  So basically I was 7 during grade 1.
But then, jaman dahulu itu belajar membaca itu di kelas 1 SD, bukan kek sekarang yang belajar baca itu di TK.  Gua masuk SD udah bisa baca tulis, diajarin Mami dirumah, plus ngga ada temen sekelas gua dikelas 1 waktu itu (lol!) jadi guru waktu itu suruh/bikin gua loncat kelas, langsung kelas 2 SD, dan nilai kelas 1 pun akhirnya dikarang (yepp.. cap cip cup).
Jadilah gua salah satu yang muda dikelas, yang tetep juga ada temen lain yang umurnya sama karena masuk sekolahnya masih umur 5.

Waktu BoNyok disekolahin S2 keluar negri, gua ikut.  Dikampus tempat BoNyok kuliah, mereka pake sistem internasional, jadi Elementarynya itu sampe grade 8.  Gua masuk grade 8 karena dari Indo gua udah kelas 2 SMP.  Tamat grade 8, disitu ngga ada lanjutannya, jadi kami pada lanjut ke kampus lain yang pake sistem lokal, which was Elementarynya itu sampe grade 6, dan lanjut High School 4 years (yep, no Middle School).  Kami para tamatan grade 8 masuk ke kelas Junior, yaitu High School tahun ke 3.  Mungkin orang Indo pikir buset, belajar apaan tuh? memang High School disitu cuma 4 tahun, tapi kelasnya itu mpe jam 5 sore coy... tiap hari ada upacara bendera setiap jam 7 dan langsung kelas bis itu (mangkanye ampe sekarang gua masih bisa nyanyi lagu kebangsaannya Filipina "bayang magiliw, perlas ng silanganan,  alab ng puso, sa dib-dib moy bughaw.. lupang hinirang, duyan ka ng magiting..." hehehehe...).
Tamatlah gua umur 15 tahun.  Tamat SMA lah hitungannya.  Temen-temen yang orang Filipina asli itu pada mulai masuk sekolah mayoritas umur 8 tahun, btw, jadi tamatnya pas, sekitar umur 17-18 tahun.  Sekarang gua denger sistemnya udah berubah, udah 12 tahun, tapi ngga tau juga jadi cepet masuk SD nya, ato tetep sama kya dulu, pada masuk umur 7-8 tahun.

Pulang ke Indonesia.  Kalo mau langsung kuliah, terlalu muda, dan gua harus ikut ujian persamaan.  Bokap bilang: "kamu SMA lagi ajalah ya, karena kamu terlalu muda.  Mungkin otak kamu bisa menyesuaikan dengan pelajaran kuliah, tapi kamu terlalu muda untuk pergaulan anak kuliahan" kurang lebih gitu lah intinya.  Dan gua setuju.  Sekolah lagi lah gua, SMA kelas 2 udah mau selesai cawu 3.. hahaha.. kacau dah.. gua ngga bisa ngikutin pelajaran Bahasa Jepang dan Jerman yang udah mereka pelajari dari kelas 1 SMA.

So gua merayakan sweet 17 waktu bulan November saat kuliah tingkat 1.
Jadi angkatan kelas gua waktu SMP sebelum skul diluar jadi 1 angkatan dibawah gua pas pulang Indo.
Nah, jadilah gua sama seperti teman seangkatan lain yang masuk sekolah umur 5.

Masuk ke dunia kerja.
Temen sekelas waktu SMA yang 2 tahun lebih tua dari gua dah nikah, apalah gua ini yg 2 tahun lebih muda ya, terima-terima juga pertanyaan "kapan nikah" and so on.

Bottom line is, mungkin kita bangga "wih, muda banget tamatnya" lah gua juga historinya kya gitu kan, bukan karena gua pinter banget makanya gua loncat-loncat kelas, dan pada akhirnya ngga ada sesuatu hal menguntungkan yang signifikan yang dihasilkan oleh cepat-cepat masuk TK/SD.

Kalo misalnya gua dulu langsung kuliah, artinya gua tamat S1 itu bisa umur 18 atau 19 tahun.  Trus abis itu apa? kuliah S2? kerja? jadi orang kantoran / cari uang umur 18 / 19 tahun?  Ngga segitunya juga sih kalo mau di consider itu sesuatu yang menguntungkan karena bisa lebih cepat bisa menghasilkan uang.
Mikir anak gua kalo sekolah/kuliah dan live away from me aja udah nyesek, ngapain juga gua cepet-cepetin ya? ;)  karena once mereka keluar dari rumah, kemungkinan besar itu udah untuk seterusnya: kuliah, kerja, berkeluarga.

We may have different opinions and reasons, tho.  This is mine :).

No comments: